Indramayu, LINews – Raut kusam terlihat di wajah Kulsum (66) saat berjalan keluar dari lahan persawahan. Langkahnya pun tergontai-gontai saat melintas di area tanah lapang lokasi sumur migas Desa Kedokanbunder Wetan, Kecamatan Kedokan Bunder, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Lelah tampak dirasakan Kulsum setelah seharian mengelola tanaman padi di sawah miliknya.
Keringat di wajahnya belum mengering. Kulsum kemudian melanjutkan aktivitasnya, ia turun ke ladang yang berada tepat di samping barisan pipa migas. Diantara hijaunya tanaman kangkung, ia berjongkok dan memanen kangkung.
Rupanya, aktivitas itu sudah dinantikan oleh sebagian pelanggannya. Mereka yang melintas di Jalan Desa menghentikan sejenak laju kendaraanya untuk sekadar membeli beberapa ikat kangkung. Mulai dari harga pembelian Rp5 ribu hingga Rp20 ribu pun diladeni Kulsum hingga waktu semakin petang.
“Lumayan buat uang belanja besok. Satu ikat harganya Rp2 ribu, kalau belinya banyak ya ditambahi 2 ikat,” kata Kulsum, Kamis (22/8/2024).
Ada juga pembeli yang turut terjun ke ladang kangkung. Ia kemudian membantu memotong satu persatu tanaman kangkung agar pesanan puluhan ikat kangkungnya segera terpenuhi. Maklum saja, karena faktor usia yang mengurangi kelincahan gerakan Kulsum saat memanen tak lagi seperti masa mudanya.
Cahaya merah yang terbentang di ufuk barat semakin tidak terlihat menjadi tanda bagi Kulsum untuk menutup aktivitasnya. Ia bergegas menyeberangi barisan pipa migas untuk mengambil sepeda usang nya. Kulsum kemudian pulang dengan membawa sejumlah uang dari hasil kebun kangkungnya.
Rutinitas itu sudah dilakoni Kulsum sejak lama. Bahkan, saat suaminya masih hidup, pasutri tersebut dijuluki sebagai penghuni lokasi (area sumur migas). Berbagai macam tanaman sudah ia coba di atas lahan sekitar sumur migas tersebut. Dari jenis umbi-umbian dan tanaman palawija lainnya.
“Ya sudah lama. Lagi masih ada jenat (almarhum suami Kulsum),” ungkapnya.
Demi mencukupi kebutuhan sehari-hari, ibu enam orang anak itu seolah tak pedulikan risiko beraktivitas di area sumur produksi migas. Kulsum sadar, demi bisa menghasilkan sedikit cuan, ia pun mematuhi peraturan saat berada di objek vital tersebut. Terutama tidak menyalakan api dan sebagainya, karena ia sadar tanah tersebut bukan miliknya.
Risiko yang akan kerusakan tanamannya sudah ia terima. Terutama saat sejumlah alat berat berdatangan masuk ke area sumur. Roda besar yang acap kali menginjak tanaman yang dikelolanya tidak lantas membuat Kulsum marah. Sebab, ia sadar akan risiko yang ditanggungnya ketika mengelola tanah milik Pertamina.
Produksi migas pun berjalan. Selama beberapa waktu itu, Kulsum mengaku jarang ke lokasi sumur.
“ya nggak apa-apa kalau rusak juga tanamannya. Cuma sedikit ini, nanti bisa tanam lagi. Yang penting kita tidak mengganggunya,” ujarnya.
Memang kata ibu 6 anak itu, beberapa kejadian kebocoran pernah terjadi baik secara alami hingga ulah oknum yang tidak bertanggung jawab.
“Ya pernah kejadian bocor sih,” ujar día.
Tidak hanya Kulsum, keberadaan tanah lapang di sekitar sumur migas ini sangat bermanfaat bagi kehidupan para petani di Desa Kedokanbunder Wetan. Seperti saat musim panen, mereka memanfaatkan lahan untuk menjemur padi. Bahkan, beberapa peternak sengaja menggembala kambing di area tersebut karena banyaknya rumput.
“Kalau musim panen sih enak di sini sedikit ramai. Soalnya banyak yang jemur padi. Kadang ya mereka sampai bikin tenda bermalam di Lokasi,” ucapnya.
Lokasi sumur migas yang tersebar di setiap desa di Kecamatan Kedokan Bunder letaknya hampir cukup berdekatan dengan permukiman dan persawahan. Sehingga tak heran, area lapang produksi migas itu dirasakan sangat bermanfaat bagi petani.
Nurdila (30) salah satunya, petani dari Desa Kaplongan itu mengaku rutin menjemur padi di tanah lokasi migas saat musim panen padi tiba. Setiap musimnya, luasnya area lokasi itu bisa menampung puluhan ton gabah untuk dijemur. Aktivitas itu dilakukan bergantian oleh petani lainnya.
“Bisa nampung banyak. Ada puluhan ton mah setiap harinya. Hampir setiap musim kalau jemur padi ya di lokasi” ujar Nurdila.
Nuansa sepi nyaris tidak terlihat di area sumur produksi migas yang seolah tak bertuan itu. Apalagi letak area sumurnya berdekatan dengan permukiman warga dan jalan raya.
Sebagian warga, memanfaatkan tepian area sumur di sekitar bahu jalan raya dijadikan tempat mendulang pundi-pundi rupiah. Yaa, mereka mendirikan bangunan semi permanen untuk membuka warung kecil, hingga bengkel dan cuci motor.
Tidak ketinggalan, para pemuda yang hobi berolahraga juga turut memanfaatkan sebagian kecil lahan yang nyaris tidak digunakan untuk aktivitas pengeboran minyak tersebut. Mulai untuk digunakan lapangan sepakbola sementara hingga sebagai lapangan voli.
“Iya kalau di sini sih ramai terus karena ada warung, ada lapangan. Meskipun di sini konon cukup jail ya (angker). Apalagi kan lokasinya dekat jalan raya. Memang kalau lokasinya dekat jalan raya seringnya warung sampai baris,” ungkapnya.
(Sanita)