Prasetyo Edi Debat Panas di Sidang Kasus Lahan DP Rp 0

Prasetyo Edi Debat Panas di Sidang Kasus Lahan DP Rp 0

Jakarta, LINews – Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi terlibat perdebatan panas dengan pengacara terdakwa kasus korupsi pengadaan lahan untuk proyek rumah DP Rp 0, Yoory Corneles Pinontoan. Keduanya berdebat soal apakah Perumda Pembangunan Sarana Jaya yang merupakan BUMD harus menghasilkan profit dalam proyek rumah DP Rp 0 atau tidak.

Prasetyo hadir sebagai saksi dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Dia bersaksi untuk terdakwa mantan Dirut Perumda Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan serta pemilik manfaat PT Adonara Propertindo, Rudy Hartono, dan Direktur Operasional bernama Tommy Adrian.

Tim pengacara Yoory awalnya bertanya kepada Prasetyo terkait perbedaan perumda dan pesero. Prasetyo ditanya apakah Perumda harus diwajibkan mengambil keuntungan.

“Bapak sebagai Ketua DPRD tahu perbedaan Perumda sama pesero nggak?” tanya pengacara Yoory.

“Perumda ya Sarana Jaya, Perumda,” jawab Prasetyo.

“Perumda itu core business-nya harus profit apa nggak?” tanya pengacara Yoory.

“Harus profit, Pak, kalau Perumda itu,” jawab Prasetyo.

“Kalau Pesero?” cecar pengacara Yoory.

“Ya sebetulnya sih sama ya,” balas Prasetyo.

Tim pengacara Yoory lalu membacakan PP Nomor 554 Tahun 2017 Pasal 8 terkait pendirian perusahaan umum daerah. Dalam aturan itu tim pengacara Yoory menyoroti Perumda yang tidak diwajibkan mengambil keuntungan.

“Ini saya bacain PP, supaya Bapak tahu. Ini apa Nomor 554 Tahun 2017 di Pasal 8 pendirian perusahaan umum daerah diprioritaskan dalam rangka menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan atau jasa yang bermutu bagi pemenuhan harkat hidup masyarakat sesuai kondisi karakteristik daerah yang bersangkutan berdasarkan tata kelola perusahaan yang baik,” kata pengacara Yoory.

“Jadi Perumda itu tidak harus profit, itu yang penting punya kemanfaatan. Jadi kalau DP 0 persen tadi Bapak sampaikan di persidangan ini harus profit, nggak harus profit, Pak, yang penting masyarakat merasakan manfaatnya,” sambungnya.

Paparan dari tim pengacara Yoory itu dibantah oleh Prasetyo Edi. Prasetyo menyebutkan Perumda Pembangunan Sarana Jaya harus meraup laba karena sudah ada suntikan dana yang diberikan Pemprov DKI Jakarta.

“Kalau mengacu ke aturan Bapak yang katakan itu kan kita memberi modal juga ke Sarana Jaya. Apa gunanya BUMD yang ada di Jakarta yang ada di pemerintah daerah. Sekali lagi, kayak JakPro, kita kasih penganggaran,” kata Prasetyo.

Perdebatan makin panas. Pihak pengacara Yoory mengatakan proyek rumah DP Rp 0 tidak harus menghasilkan profit karena Perumda Pembangunan Sarana Jaya bukan Persero.

Dia menyinggung suntikan dana hampir Rp 1 triliun yang telah disahkan di Banggar DPRD DKI. Menurut pengacara Yoory, persetujuan itu jadi bukti tidak ada kekeliruan dalam proyek tersebut.

“Kalau Perumda itu tidak boleh profit, Pak, untuk kemanfaatan umat. Bapak tahu kalau PMD ini disahkan di Banggar? Kalau disahkan berarti prosedur sudah sesuai ketentuan?” tanya pengacara Yoory.

“Tapi pada saat itu ada catatan,” jawabnya Prasetyo.

“Catatannya apa?” cecar pengacara Yoory.

“Ya yang saya jelaskan tadi masalah DP Rp 0 alasannya gimana dengan pemikiran UMR ini kan nggak sampai Rp 7 juta,” ujar Prasetyo.

“Untuk kemanfaatan, bukan profit, Pak,” balas pengacara Yoory.

Hakim lalu menengahi perdebatan. Hakim menyebut Perumda tidak diharamkan untuk meraih keuntungan.

“Saya tengahi, ya, jadi Perumda memang titik beratnya ke arah penyedia sarana prasarana untuk kebutuhan masyarakat tapi tidak diharamkan untuk ambil profit. Karena dia juga dibebani untuk memberikan pemasukan ke daerah. Keuntungannya sebagian dimasukkan ke kas daerah,” katanya.

“Kalau tidak boleh profit tidak bisa bayar pegawai. Pegawainya nanti dibayar siapa. Jadi memang titik beratnya bukan profit tapi tidak diharamkan cari profit. Kalau tidak cari profit tidak bisa hidup itu perusahaan daerah,” sambung hakim.

Dakwaan Yoory

Mantan Direktur Utama (Dirut) Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Yoory Corneles Pinontoan, menjalani sidang dakwaan yang ketiga kalinya terkait kasus dugaan korupsi pengadaan lahan untuk proyek rumah DP Rp 0. Yoory didakwa melakukan korupsi dan merugikan keuangan negara senilai Rp 256 miliar terkait pengadaan lahan di Cakung, Jakarta Timur, itu.

“Telah mengakibatkan kerugian keuangan negara yang seluruhnya berjumlah Rp 256.030.646.000,00 sebagaimana Laporan Hasil Audit Dalam Rangka Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Atas Kasus Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pengadaan Tanah di Kelurahan Pulo Gebang Kecamatan Cakung, Jakarta Timur, oleh Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ) Tahun 2018 sampai dengan Tahun 2019,” kata jaksa KPK saat membacakan surat dakwaan dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta, Rabu (13/12/2023).

Jaksa mengatakan Yoory melakukan korupsi itu bersama pemilik manfaat PT Adonara Propertindo, Rudy Hartono, dan Direktur Operasional Tommy Adrian. Yoory disebut memperoleh keuntungan Rp 31,8 miliar, sementara Rudy senilai Rp 224 miliar.

“Bahwa akibat perbuatan Terdakwa Yoory Corneles bersama-sama dengan Tommy Adrian dan Rudy Hartono Iskandar terkait jual beli tanah Pulo Gebang dengan SHGB nomor 04663, SHGB nomor 04662, SHGB nomor 04646, SHGB nomor 04645 dan SHGB nomor 04644 serta SHGB nomor 04643 tersebut telah memperkaya Terdakwa Corneles Yoory sejumlah Rp 31.817.379.000,00 dan Rudy Hartono Iskandar selaku pemilik manfaat (beneficial owner) PT Adonara Propertindo sejumlah Rp 224.213.267.000,00 atau setidak-tidaknya sekira jumlah tersebut,” ujarnya.

(Lukman)

Tinggalkan Balasan