Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung Rawan Korupsi #1

Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung Rawan Korupsi #1

Law-Investigasi, Jika tak ada aral dan penundaan lagi, proyek prestisius Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) bakal diresmikan langusng oleh Presiden Joko Widodo pada Jumat (8/9/2023). Pada peresmian tersebut, diagendakan turut hadir Perdana Menteri China Li Qiang. Meski demikian, sejumlah persoalan masih membayangi rencana tersebut. Salah satu yang menarik perhatian publik adalah adanya pembengkakan biaya (cost overrun) senilai Rp 18, 08 triliun dari proyek dengan nilai awal 6,07 miliar dollar AS atau Rp92 triliun merujuk kurs terkini. Lantas, siapa yang bakal tanggung jawab?

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebutkan Presiden Joko Widodo direncanakan akan mencoba pertama kali Kereta Cepat Jakarta-Bandung pada saat soft launching Jumat (8/9/2023).

“Presiden akan naik pertama kali tanggal 8 September, direncanakan. Tanggal 6 September, saya dengan Pak Gubernur (Ridwan Kamil), walaupun beliau sudah ndak gubernur, (sudah menjadi) tokoh masyarakat, kami akan coba dari Jakarta ke Bandung,” kata Luhut.

Setelah soft launching tanggal 8 September, Jokowi akan memberi kesempatan kepada masyarakat untuk naik dulu selama beberapa waktu, terutama masyarakat di sepanjang rel kereta api dan kemudian tokoh-tokoh masyarakat akan diajak.

Rencana soft launching ini sebenarnya telah berulangkali mengalami penundaan. Jadwal operasi ini mundur dari rencana semula yakni 18 Agustus 2023. Tadinya, operasional kereta kilat ini dijadikan sebagai hadiah di hari kemerdekaan RI ke-78.

Lantas, Presiden Jokowi mengungkapkan operasi kereta cepat Jakarta-Bandung akan dimulai pada September 2023. “Kereta cepat mungkin kamu akan coba lagi di September, begitu siap semuanya juga segera dioperasikan,” kata Jokowi di Stasiun Dukuh Atas, Jakarta, Kamis (10/8/2023).

Sementara itu, GM Corporate Secretary KCIC Eva Chairunisa menyebutkan, setiap langkah pembangunan yang dilakukan telah melewati pengujian, pengecekan, serta pengawasan spesifikasi dan standar bangunan yang ketat dari berbagai pihak.

Eva menyebut bila PT KCIC memastikan prasarana Kereta Cepat dilakukan dengan aman dan sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan. Pembangunan prasarana KA Cepat diawasi dengan ketat mengingat konstruksi KA Cepat dirancang untuk masa pakai hingga 100 tahun.

“Dalam masa konstruksi, setiap pembangunan prasarana dilakukan dengan penuh ketelitian dan pengawasan berlapis. Ini dilakukan agar prasarana KA Cepat sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan aman digunakan,” ujar Eva dalam keterangan tertulis yang diterima Law-Investigasi, Rabu (30/08/2023).

Selain pengujian dan pengecekan yang melibatkan konsultan independen, KCIC juga berkolaborasi dengan Komisi Keselamatan Jalan Terowongan dan Jembatan (KKJTJ) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk melakukan pengujian rancang bangunan dan keamanan serta kelayakan jembatan maupun terowongan KA Cepat.

Proyek Terlalu Dipaksakan, Kenapa Harus China?

Pakar kebijakan publik, Agus Pambagio yang ikut terlibat dalam proses perencanaan dan pembangunan proyek itu berkata peralihan negara penggarap dilakukan di menit-menit akhir. Jepang dikatakannya sudah selesai melakukan studi kelayakan proyek, perencanaan keuangan hingga rancangan teknis pembangunan, akan tetapi pemangku kepentingan justru lebih menerima proposal proyek dari Tiongkok.

Agus menceritakan awal Jepang terlibat dalam proyek kereta cepat melalui inisiasi JICA (Japan International Cooperation Agency), suatu badan kerja sama internasional bentukan Jepang dalam hal pembangunan di negara berkembang. Agus masih mengingat ada pertemuan antara pihak Jepang dan pemerintah Indonesia pada 2013 di Hotel Pullman Jakarta. Saat itu hadir Menko Perekonomian Hatta Rajasa, konsultan proyek dari kampus UI dan UGM serta pihak JICA.

“Itu ditandatangan (proyek kereta cepatnya),” kata Agus, Jumat (1/9/2023).

Namun, sesaat setelah berganti presiden dari Susilo Bambang Yudhoyono ke Jokowi, kesepakatan antara Jepang dan Indonesia dibatalkan. Agus bilang keputusan batalnya kesepakatan itu terjadi pada awal periode pertama Jokowi. Saat itu, pihak JICA menyerahkan sejumlah hal yang berkaitan dengan proyek termasuk hasil studi kelayakan kepada pemerintah Indonesia.

“Saya ditemui oleh orang JICA dan salah satu Deputi Bappenas di suatu hotel di Jakarta Selatan. Bilang ini barangnya (hasil kajian proyek) harus diserahkan ke pemerintah Indonesia karena mau diserahkan ke Cina,” ujar dia.

Kata Agus, pihak pemerintah yang meminta Jepang untuk menyerahkan berkas penggaran proyek saat itu adalah Menteri BUMN Rini Soemarno dan Kepala Bappenas Andrinof Chaniago. Jepang sebenarnya keberatan melepas hasil kajian proyek, tapi Agus bilang saat itu mereka tidak bisa apa-apa karena sudah menjadi perintah Jokowi.

(R. Simangunsong)

Tinggalkan Balasan