Jakarta, LINews – Terdakwa Achmad Albani selaku General Manager Operational CV Venus Inti Perkasa mengungkap total pembayaran pengiriman bijih timah ke tiga perusahaan boneka. Albani mengatakan PT Timah membayar total Rp 3 triliun untuk tiga perusahaan boneka itu.
Hal itu disampaikan Albani saat dihadirkan sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengelolaan timah untuk Terdakwa Helena Lim, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku mantan Direktur Utama PT Timah Tbk 2016-2021, Emil Ermindra selaku mantan Direktur Keuangan PT Timah Tbk periode 2016-2020, dan MB Gunawan selaku Direktur Utama PT Stanindo Inti Perkasa. Persidangan digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (30/10/2024).
Albani mengatakan CV Venus Inti Perkasa awalnya mendirikan tiga perusahaan boneka untuk program borongan jasa pengangkutan dengan PT Timah yang mengumpulkan bijih timah dari masyarakat. Tiga perusahaan boneka itu adalah CV Mega Belitung, CV Sumber Energi Perkasa dan CV Mutiara Jaya Perkasa.
Dia mengatakan tiga perusahaan boneka itu juga mendapat surat perintah kerja (SPK) yang dikeluarkan PT Timah. Dia menuturkan bijih timah hasil penambangan masyarakat yang dikumpulkan oleh tiga perusahaan boneka itu kemudian dikirim ke gudang CV Venus.
“Kemudian, itu kan dikirim ke smelter Venus dan MCM (PT Menara Cipta Mulia) untuk dilakukan pengolahan, nah untuk pembayarannya. Siapa yang melakukan pembayaran? Apakah Venus atau MCM? atau PT Timah?” tanya hakim.
“Untuk bijih, PT Timah membayarkan ke rekening CV, perhitungan tagihannya dihitung oleh unit produksi PT Timah,” jawab Albani.
Dia mengatakan perhitungan pembayaran yang tertuang dalam faktur tiga perusahaan boneka itu dilakukan oleh PT Timah berdasarkan tonase bijih timah yang dikirim. Total pembayaran yang diterima tiga perusahaan boneka itu mencapai Rp 3 triliun.
“Tahu Saudara berapa jumlah pembayaran diterima oleh CV, CV tadi?” tanya hakim.
“Kurang lebih Rp 3 triliun, kalau tidak salah,” jawab Albani.
Sebelumnya, Mochtar dan Emil didakwa terlibat kasus korupsi pengelolaan timah yang merugikan keuangan negara Rp 300 triliun. Jaksa mengatakan keduanya tidak melaksanakan tugas serta tanggung jawabnya.
Mochtar bersama Emil disebut melaksanakan kerja sama mewakili PT Timah dengan sejumlah mitra jasa penambangan (pemilik IUJP). Mochtar dan Emil disebut telah mengetahui jika mitra jasa itu melakukan penambangan ilegal dan menampung hasil penambangan illegal di wilayah IUP PT Timah.
Mochtar dan Emil juga disebut merealisasikan pembayaran dari PT Timah kepada mitra jasa penambangan (pemilik IUJP) seolah-olah sebagai imbal biaya usaha jasa penambangan. Pembayaran itu didasarkan pada jumlah bijih timah yang dihasilkan penambang illegal sesuai harga pasar pada saat transaksi.
Jaksa mengatakan Mochtar dan Emil juga melakukan pertemuan dengan smelter swasta untuk membahas kerja sama sewa peralatan processing pelogaman tanpa feasibility study. Padahal, kata jaksa, smelter swasta itu tak memiliki competent person (CP) yang seharusnya tidak memperoleh RKAB.
Jaksa mengatakan perbuatan Mochtar dkk yang telah mengakomodir kegiatan penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah telah merugikan keuangan negara Rp 300 triliun. Mochtar dan Emil didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(Lukman)