Rawan Korupsi, Jabar Sedang Tidak Baik-baik Saja

Rawan Korupsi, Jabar Sedang Tidak Baik-baik Saja

Law-Investigasi – Judul di atas bagai sketsa kekinian pejabat publik di Jabar. Tak hendak gebyah uyah. Sebuah komentar dari pelaku usaha di Kadin Jabar. Menyusul operasi tangkap tangan (OTT) KPK atasnama Yana Mulyana.

Tak cuma Walikota Bandung itu. Juga Ka Dishub Kota Bandung, Dadang Darmawan berikut tujuh tersangka lainnya. Mereka diduga tindak pidana korupsi. Berupa suap dalam program Bandung Smart City.

Apa sebab “Jabar rawan korupsi”? Bisa jadi, akibat lemahnya pengawasan. Bahkan sebagai sistem, terbukti gagal fungsi. Lebih dari korupsi bagai tradisi.

Rawan juga berarti, rangkaian tindak pidana korupsi sudah mendahului. Tak sebatas di lingkaran eksekutif. Sejumlah kepala daerah kabupaten/kota di Jabar. Juga kalangan legislatif di DPRD Jabar.

Ade Barkah, pimpinan DPRD Jabar diciduk KPK pada 15 Oktober 2019. Kasus korupsi dana bantuan provinsi (banprov) Jabar untuk Kab. Indramayu. Bersamanya, Abdul Rozak Muslim yang juga anggota DPRD Jabar.

Menyeret mantan bupati, Supendi. Itu terkait penerimaan dana Rp 8,5 milyar dari proyek di lingkungan pemkab setempat. Sejumlah anggota dewan lainnya urung berlanjut ke proses hukum.

Banprov diklasifikasi sebagai dana jaring aspirasi rakyat (jasmara). Diawali alokasi anggaran lewat program “pokir” Konon setiap anggota dewan berhak atas program “pokir”. Tanpa “pokir” tanpa APBD, begitu semangatnya.

Nominal Rp 14 milyar per anggota per tahun. Konon pula, senilai Rp 2 milyar “ditarik” ke institusinya. Sudah bukan rahasia lagi, realisasi “pokir” dalam bentuk program bernilai cash back sekira 7%.

Kasus raib dana hibah Rp 450 juta untuk Madrasah Ibtidaiyah di Kab. Tasikmalaya, diduga hasil olahan dana “pokir” itu. Proses penyidikan yang melibatkan oknum parpol, masih berlanjut.

Sejatinya untuk tujuan peningkatan kesejahteraan rakyat di dapil. Implementasi ditengarai salah kaprah. Rakyat bagai sudah tak ada suara alias parau untuk menjerit. Musababnya, ditengarai berlangsung model “pendampingan” aparat penegak hukum (APH).

Hasil penelusuran, varian lain korupsi pun terjadi. Ditengarai penggunaan dana bantuan parpol (banpol) yang difasilitasi Dinas Kesbangpol Jabar. Tidak sesuai peruntukkan. Potensial jadi temuan di tingkat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hanya soal waktu.

Kembali ke soal “Jabar rawan korupsi”. Kasus yang mencokok Yana Mulyana, sang walikota tidaklah sendiri. Mungkinkah yang terakhir kali?!

Perlu ditelusuri bab tragedi tindak pidana korupsi yang mendahului. Dari indikasi hingga apes diadili. Yana terjerat kasus suap program Bandung Smart City. Lanjutan garapan Ridwan Kamil semasa jadi walikota. Program kawasan kota yang integrasi teknologi informasi. Tujuannya efisiensi dan efektif dalam layanan publik.

Hal serupa, realisasi 445 unit parkir meter dengan alokasi anggaran sekira Rp 80 milyar. Alih-alih demi peningkatan pendapatan daerah dengan potensi Rp 80 milyar per tahun. Justru tak pernah ada pengoperasian. Sejumlah banyak parkir meter kadung rusak dan hilang.

Sejauh ini, hal-ikhwal proyek parkir meter belum tersentuh aspek penegakkan hukum. Hal serupa, kasus bansos Pemkab Tasikmalaya tahun anggaran 2018. Saat Uu Ruzhanul Ulum menjabat bupati.

Sebelum kini wagub Jabar lewat kontestasi Pilgub Jabar 2018, digandeng Ridwan Kamil. Cuma Abdul Kodir selaku sekda yang diganjar hukuman penjara. Di pengadilan, disebut nama Uu selaku bupati yang perintahkan pencairan dana hibah bansos itu senilai Rp 5,2 milyar.

“Jabar rawan korupsi” tak lepas dari tapak jejak. Sederet kepala daerah didakwa korupsi dan berujung bui. Belakangan mantan Ketua DPRD Jabar, Irfan Suryanegara. Meski dalam tindak pidana penipuan yang tak lepas unsur korupsi.

Tak kurang “trio bersaudara” Yasin. Mantan Bupati Bogor, Rachmat Yasin — bahkan dua kali ditangkap KPK. Kasus suap senilai Rp 3 milyar yang berbuah hukuman penjara 5,5 tahun pada 2014. Dua bulan usai bebas, kembali ditangkap pada 05 Juli 2019. Didakwa suap dan gratifikasi dari SKPD senilai Rp 8,9 Milyar.

Menyusul Ade Yasin yang juga terpilih Bupati Bogor 2018-2023. Ditangkap KPK pada 27 April 2022. Dakwaan suap senilai Rp 1,24 milyar dalam pengurusan WTP dari BPK Jabar. Sebelumnya, Neneng Hasanah Yasin — Bupati Bekasi terciduk KPK dalam kasus Meikarta 2018.

Mantan Bupati Indramayu, Irianto MS Syafiuddin alias Yance dipenjara 4 tahun. Kasus pembebasan lahan dengan nilai suap Rp 42 milyar pada 2010. Berbeda pelaku, kasus terkait Kab. Indramayu mencokok mantan bupati berikutnya, Supendi. Bersama Ade Barkah dan Abdul Rozak, keduanya anggota DPRD Jabar tadi.

Selanjutnya, Rachmat Effendi — Walikota Bekasi dicokok 12 Oktober 2022. Diganjar 10 tahun penjara, akibat suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan.

Mantan Bupati Cirebon, Sunjaya Purwadisastra terjerat gratifikasi senilai Rp 64,2 M dan jual-beli jabatan selama periode 2014-2019.

Mantan Bupati Karawang, Ade Swara. Bahkan bersama istrinya, Nurlatifah. Pada 2015, masing-masing diganjar penjara 8 dan 7 tahun. Bupati berikutnya, Cellica dengan dugaan dana hibah ke Polda Jabar Rp 10 milyar. Namun tak berproses lanjut.

Mantan Walikota Bandung, Dada Rosada dalam kasus suap ke mantan hakim PN Bandung, Setyabudi Tejocahyono pada 2013.

Mantan Bupati Bandung Barat, Aa Umbara dicokok KPK pada 09 April 2021. Didakwa korupsi dana pencegahan dan penanggulangan Covid-19.

Tapak jejak tak semata cerita dan berita. Tak kuasa menyebut citra. Cukuplah, bahwa “Jabar rawan korupsi” hendaknya berbalut makna.

(Vhe)

Tinggalkan Balasan