Jakarta, LINews — Dinasti Ratu Atut Chosiyah di Banten luntur pada Pilkada Serentak 2024. Sejumlah anggota keluarganya kalah berdasarkan penghitungan cepat atau quick count sejumlah lembaga survei.
Ratu Atut adalah perempuan pertama yang menjadi gubernur di Indonesia. Dia terpilih sebagai gubernur pada Pilkada Banten 2006 dan 2011. Namun, ia sudah menjabat wakil gubernur dan plt gubernur pada periode 2002-2007.
Sepanjang kepemimpinannya, Atut terkenal sering menempatkan keluarganya pada jabatan publik. Sejumlah keluarga Atut juga ikut memimpin daerah-daerah di Banten.
Pada Pilkada Serentak 2024, ada empat orang keluarga Atut yang ikut mencalonkan diri. Mereka adalah Airin Rachmi Diany (adik ipar) di Banten, Ratu Ria Maryana (adik tiri) di Kota Serang, Andika Hazrumy (anak) di Kabupaten Serang, dan Pilar Saga Ichsan (keponakan) di Tangerang Selatan.
Merujuk hasil quick count Charta Politika Indonesia, Airin kalah di Pilgub Banten. Airin dan Ade Sumardi hanya memperoleh 42,28 persen suara. Mereka kalah dari Andra Soni-Dimyati Natakusumah yang memperoleh 57,52 persen suara.
Sementara itu, quick count Indikator Politik Indonesia mencatat kekalahan anak Ratu Atut, Andika Hazrumy di Pilbup Serang. Andika dan Nanang Supriyatna hanya memperoleh 28,98 persen suara.
Mereka kalah dari pasangan Ratu Rachmayu Zakiyah-Najib Hamas yang memperoleh 71,02 persen. Zakiyah adalah istri Menteri Desa PDT Yandri Susanto dan didukung Koalisi Indonesia Maju (KIM).
Direktur Trias Politika Strategis Agung Baskoro menilai lunturnya dinasti politik Ratu Atut di Banten disebabkan dominasi kekuatan KIM Plus. Menurutnya, mesin politik koalisi ini betul-betul bekerja dengan baik.
“Ratu Atut ini kan cukup kokoh dan kuat ya. Ketika berubah dan tumbang itu pasti ada kekuatan yang lebih besar mengalahkannya dan yang bisa melakukan itu pasti kekuatan di level nasional, yang kita tahu atas nama, apakah Gerindra atau KIM Plus tanpa Golkar,” kata Agung saat dihubungi, Kamis (28/11).
Agung menilai dinasti Ratu Atut tak menggarap pemilih dengan serius. Ada beberapa kalangan masyarakat yang tak tersentuh sehingga menjadi celah masuknya KIM.
Selain itu, KIM Plus menggunakan pendekatan politik yang lebih segar. Mereka melakukan penetrasi lewat media sosial dan panggung pesta rakyat.
“Saya lihat memang kekuatan di lawan-lawan Dinasti Atut ini cukup konsisten, merata, dan besar. Bahkan influencer-influencer nasional juga cukup banyak membantu sehingga konten-kontennya viral,” ujarnya.
Dia menambahkan, “Yang membuat atau membalik persepsi masyarakat bahwa ini sudah waktunya bukan Dinasti Atut lagi.”
Terpisah, pengamat politik Universitas Islam Syekh Yusuf Adib Miftahul menilai ada dua faktor runtuhnya dinasti politik Ratu Atut. Pertama, masyarakat jengah dengan kekuasaan keluarga Ratu Atut.
Dia berkata masyarakat Banten mulai sadar terhadap isu-isu korupsi yang selama ini menjerat keluarga Atut. Di saat bersamaan, masyarakat juga menyadari pembangunan Banten tertinggal dari daerah-daerah lainnya.
“Saya kira ada kebosanan juga sebenarnya. Jadi kebosanan pada klan dinasti Atut itu sendiri. Media sosial apalagi di akhir-akhir ini soal isu Bu Airin yang dipanggil Kejaksaan,” kata Adib saat dihubungi.
Faktor lainnya menurut Adib adalah dukungan Presiden Prabowo Subianto. Dia mengingatkan Prabowo selalu menang di Banten dalam gelaran pilpres sejak 2014. Padahal, saat itu Dinasti Atut sudah berkuasa dan cenderung mendukung Jokowi.
Menurutnya, ada basis massa signifikan di Banten yang setia dengan Prabowo. Dengan demikian, video dukungan Prabowo terhadap Andra-Dimyati di hari-hari terakhir kampanye menjadi salah satu pendorong perolehan suara.
“Ini menandakan bahwa sebenarnya dinasti itu enggak kuat-kuat amat kalau melawan endorsement tokoh dari nasional sekelas Prabowo,” ujarnya.
(Rmd)