Rumah Warga Hampir Roboh, Kades Cigawir Hanya Laha-Lehe!!!

Rumah Warga Hampir Roboh, Kades Cigawir Hanya Laha-Lehe!!!

Law-Investigasi, Bu Ijah Hidup di Rumah Tanpa Tembok Negara Menonton, Pemimpin Mati Rasa Perikemanusiaan

Di desa cigawir kecamatan selaawi Garut, terdapat rumah yang tak layak disebut rumah, Bu Ijah (60) yang tinggal di dalamnya bersama 9 orang lainnya, termasuk anak-anak dan bayi.

Mereka tidur di atas lantai bambu tua yang sudah nyaris patah, beralaskan tikar usang, ditemani angin malam dan dinginnya tanah.

Tak ada tembok. Tak ada pintu. Hanya bilik bambu reyot, sobekan spanduk, dan kain robek sebagai pengganti dinding.

Ini bukan kemiskinan biasa ini kelalaian sistemik yang dibiarkan dan yang lebih memalukan lagi pemdes tahu tapi memilih untuk diam.

Beberapa tahun lalu, datang petugas. Membawa kamera. Mencatat.

Katanya: rumah Bu Ijah akan dibantu lewat program RUTILAHU. Tapi setelah difoto, hilang. Tak ada kabar. Tak ada bahan bangunan. Tak ada tukang. Yang ada hanya janji kosong, seperti biasa.

“Kami kira rumah bakal dibangun,” kata warga.

“Ternyata cuma buat laporan. Difoto, lalu dilupakan.”

Beginilah cara negara mempermainkan warganya?

Yang bergerak justru mereka yang tidak punya jabatan mewah RT dan RW serta warga. Mereka membuat proposal, mengharap bantuan yang tak pasti dan menyumbangkan sebagian hartanya untuk menyambung hidup bu ijah.

Sikap Menyebalkan Kepala Desa

Saat ditanya wartawan justru menyakitkan

“Saya mah sudah bantu atuh… sudah saya tanda tangan, bantu atuh, Kang.” Ujar kades cigawir

Tanda tangan dianggap cukup? Lalu rakyat disuruh bantu diri sendiri? Kalau begitu, jabatan kepala desa buat apa? Pajangan?

Bu Ijah Hidup di Tanah Sendiri, Tapi Diperlakukan Seperti Pengungsi, Bu Ijah bukan gelandangan. Tanah itu miliknya sendiri. Tapi hak dasarnya untuk hidup layak, diinjak-injak oleh sistem yang hanya bisa bicara tapi tak pernah bergerak.

UU No. 1 Tahun 2011 memberikan dasar hukum bagi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman, termasuk pengaturan mengenai rumah swadaya. Permen PUPR No. 7 Tahun 2018 merupakan peraturan pelaksana yang lebih rinci mengenai bantuan stimulan perumahan swadaya, yang merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mewujudkan perumahan layak huni bagi masyarakat.

Secara singkat, UU No. 1 Tahun 2011 adalah payung hukumnya, sedangkan Permen PUPR No. 7 Tahun 2018 adalah aturan pelaksana yang lebih detail mengenai bantuan stimulan perumahan swadaya.

Negara wajib hadir untuk rumah tak layak huni. Tapi hukum tinggal teks kosong kalau pemimpinnya cuma bisa cari alasan.

Setelah masalah ini mencuat, barulah kepala desa mengirim klarifikasi pada 16 Juli 2025:

“Terima kasih saran dan masukannya, saya dari pihak pemerintah RT dan RW serta Kadus sudah berupaya lewat proposal ke baznas pusat malahan kemaren sudah di survei tinggal menunggu”

Jawaban klasik. Template. Sudah berapa tahun rakyat harus “menunggu”?

Kalau ujung-ujungnya tetap tidur di tikar lusuh, apa arti semua proposal itu? Pajangan biar terlihat kerja?

Jangan bangga pakai seragam dinas, kalau rakyatmu hidup di bawah atap bocor dan dinding robek.

Jangan berlindung di balik tanda tangan, kalau langkahmu tak pernah nyata untuk mereka yang kau pimpin.

Hari ini yang nyaris roboh bukan hanya rumah Bu Ijah,tetapi harga diri dan integritas pemimpin desa yang pura-pura peduli.

Kami Tak Butuh Janji. Kami Butuh Rumah. Sekarang. Rakyat sudah terlalu sering dijadikan statistik. Terlalu sering dijadikan objek pencitraan.

Terlalu lama disuruh sabar, sementara pemimpinnya sibuk rapat, selfie, dan cari aman. Negara tidak boleh terus jadi penonton. Dan kalau kepala desa tak bisa bertindak, maka biarlah suara rakyat yang bicara lebih lantang dari jabatan.

Sumber: Suara Hati Warga Cigawir 

Tinggalkan Balasan