Manggarai Timur, LINews – Masalah klasik guru bukan hanya dihadapkan dengan persoalan gaji kecil atau masih jauh dari kesejahteraan. Mereka juga dihadapkan dengan fasilitas atau ruang kelas yang tak memadai. Kondisi ini biasanya terjadi di sekolah-sekolah di pelosok.
Salah satunya, kondisi bangunan SD Negeri Reweng di Desa Rana Gapang, Kecamatan Elar, Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), memprihatinkan. Sebagian bangunan kelas sekilas mirip kandang kambing.
Dari lima kelas di sekolah negeri tersebut, tiga di antaranya yang terlihat seperti kandang kambing. Dua kelas sudah bangunan permanen.
Tiga kelas itu masih berlantai tanah, berdinding bambu yang lapuk, dan atap seng yang sebagian sudah bocor. Tiang kayu sudah lapuk. Ada bagian dinding yang sudah terlepas karena bambunya sudah lapuk. Sebagian dinding pembatas rombongan belajar (rombel) juga sudah terlepas. Kondisi kelas berdinding bambu itu sudah berlangsung belasan tahun.
“Ada lima rombel, yang rusak parah tiga rombel, hanya dua rombel yang gedung permanen,” ungkap salah satu guru SDN Reweng, Falensius Jehamat, Minggu (24/11/2024).
Falensius mengatakan tiga kelas yang rusak itu dibangun secara swadaya oleh masyarakat belasan tahun lalu. Setiap tahun hanya dinding bambunya diganti.
“Sudah lapuk semua, seng juga banyak yang bocor,” ujar Falensius.
Sekolah itu awalnya berstatus TRK (tambahan ruang kelas) pada 2005. Sejak 2011, sekolah itu berstatus sekolah negeri. Dua kelas yang permanen dibangun sekitar dua atau tiga tahun kemudian setelah sekolah tersebut berstatus negeri. Sementara kelas yang terbuat dari bambu tetap bertahan hingga sekarang. Tiang-tiang sudah lapuk.
“Ada perbaikan dinding oleh orang tua murid setiap tahun, tapi karena kayu baloknya sudah lapuk dinding juga tidak bertahan,” ungkap Falensius.
Kelas yang rusak itu untuk kegiatan belajar mengajar (KBM) siswa kelas 1-3. Total ada 34 siswa.
Menurut Falensius, KBM terganggu dengan bangunan yang tidak layak tersebut, apalagi saat musim hujan. Saat hujan disertai angin, KBM ditiadakan karena takut kelas itu roboh.
“Sangat terganggu, apalagi saat musim hujan. Kalau ada angin proses KBM tidak dilaksanakan karena takut gedungnya roboh,” beber Falensius.
Siswa sekolah tersebut, kata dia, mengeluhkan kondisi kelas itu. Para siswa berharap bisa mengikuti KBM di kelas yang kayak.
“Keluhan (siswa) ada, mereka ingin belajar dengan nyaman,” ujarnya.
Falensius mengatakan pada 2024 ada bantuan pemerintah untuk sekolah tersebut, tapi untuk rehab bangunan dua kelas yang permanen. Tiga kelas yang rusak belum tersentuh bantuan pemerintah. Diketahui pengelola SD menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota
“Untuk ruangan yang rusak berat belum ada sentuhan dari pemerintah,” tandas Falensius.
(Tu)