Jakarta, LINews – Pasar keuangan Indonesia terpantau bervariasi kala Prabowo memanggil sejumlah tokoh yang menjadi calon menteri, kepala lembaga, dan wakil menteri untuk pemerintahan 2024-2029. Saat pasar saham optimis, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat terpantau melemah karena kalah kuat ketimbang greenback.
Sejumlah menteri lama turut hadir ditambah dengan muka-muka baru dalam lingkup pemerintahan. Akan tetapi, pemanggilan para calon pengisi kabinet bukan satu-satunya penggerak, surplus perdagangan untuk 53 bulan beruntun juga turut mendorong optimisme investor terhadap pasar keuangan Indonesia. Sayangnya, dolar AS terlampau kuat sehingga menekan Mata Uang Garuda.
Hari ini, mata investor akan tertuju ke Thamrin, kala Bank Indonesia akan mengumumkan kebijakan suku bunganya. Para pelaku pasar tentunya menantikan momen tersebut sembari menanti apakah ada kejutan seperti bulan lalu, saat BI mendahului Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve atau The Fed dalam menurunkan suku bunga.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali ditutup bergairah pada perdagangan Selasa (15/10/2024). IHSG menanjak 0,89% ke posisi 7.626,95. IHSG berhasil kembali menyentuh level psikologis 7.600, setelah enam hari perdagangan berada di level 7.480-7.500.
Nilai transaksi indeks pun sudah mencapai sekitar Rp 10,5 triliun dengan melibatkan 22,7 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,3 juta kali. Sebanyak 303 saham menguat, 261 saham melemah, dan 237 saham stagnan.
Penguatan IHSG didorong oleh berbagai faktor pendukung yang datang dari dalam negeri, salah satunya yakni pengumuman calon menteri untuk pemerintahan Prabowo-Gibran dan surplus neraca dagang.
Para investor tampak merespon baik perkembangan terkini dalam transisi pemerintahan dan proyeksi ekonomi yang menjanjikan.
Stabilitas politik menjadi salah satu faktor utama pendorong kenaikan IHSG. Pertemuan Presiden terpilih Prabowo Subianto dengan 49 tokoh dan calon menteri di kediamannya kemarin menunjukkan proses transisi yang berjalan mulus.
Khususnya, permintaan Prabowo kepada Sri Mulyani untuk kembali menjabat sebagai Menteri Keuangan dipandang sebagai sinyal positif akan kontinuitas kebijakan ekonomi yang telah terbukti efektif.
Selain itu, fokus pemerintahan baru pada penguatan ekonomi terlihat dari diskusi intensif antara Prabowo dan Sri Mulyani mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan program prioritas.
Hal ini memberikan keyakinan kepada pelaku pasar akan komitmen pemerintah dalam menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Sentimen positif juga datang dari sektor perdagangan luar negeri, di mana Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan RI pada September 2024 kembali mengalami surplus sebesar US$3,26 miliar.
Adapun ekspor Indonesia mencapai US$22,08 miliar sepanjang September 2024. Sementara impor US$18,82 miliar.
Surplus pada September ini lebih tinggi dibandingkan surplus bulan sebelumnya, yakni sebesar US$2,9 miliar. Surplus ini adalah surplus ke-53 bulan beruntun sejak Mei 2020. Adapun, surplus ditopang oleh impor yang menurun.
“Dengan demikian, neraca perdagangan Indonesia telah mencatatkan surplus 53 bulan berturut-turut. Surplus neraca perdagangan bulan September ini lebih tinggi dari bulan sebelumnya tetapi lebih rendah dari bulan yang sama tahun lalu,” kata Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti dalam rilis berita resmi statistik BPS, Selasa (15/10/2024).
Kondisi surplus pada September 2024 ini ditopang surplus pada komoditas nonmigas yang mencapai sebesar US$ 4,62 miliar. Adapun, Amalia mengatakan komoditas yang beri sumbang sih surplus utama adalah bahan bakar mineral lemak dan hewan nabati (HS15) dan besi baja (HS72)
Nilai surplus kali ini lebih tinggi dari konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 11 lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada September 2024 akan mencapai US$ 2,9 miliar.
Di sisi lain, rupiah ditutup koreksi terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada Selasa (15/10/2024). Melansir data Refinitiv, rupiah mengalami penurunan sebesar 0,13% dalam sehari dan ditutup di level Rp15.575/US$. Pelemahan rupiah terjadi karena dolar AS yang menguat.
Indeks dolar AS, yang mengukur kekuatan greenback terhadap mata uang penting lainnya, telah menguat 0,34% dalam dua hari perdagangan pekan ini.
(Mrl)