Law-Investigasi, Masalah pembunuhan Brigadir J oleh bekas Kadiv Propam Irjen Pol Ferdy Sambo terus bergulir. Ferdy Sambo yang juga menjabat sebagai Kepala Satgasus Merah Putih diduga terlibat dalam jaringan bisnis online dan juga tambang ilegal.
Namun, banyak pihak menduga Ferdy Sambo hanyalah salah satu pemain dari kerajaan bisnis haram dari oknum kepolisian. Ada banyak oknum polisi dari perwira tinggi, purnawirawann hingga tingkat perwira pertama menjadi pelindung bisnis tambang ilegal di Indonesia.
Nilai gratifikasi yang mengalir dalam bisnis tambang ilegal itu mencapai triliunan rupiah per tahunnya. Sehingga, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo didesak untuk membongkar dan menangkap oknum polisi yang diduga menjadi pelindung bisnis tambang ilegal.
Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman mengatakan, sektor pertambangan sangat menarik di mata investor.
“Saya pikir sektor pertambangan yang paling menarik bagi para investor untuk menarik keuntungan, karena migas itu kan semakin menurun. Apalagi adanya perang Ukraina dengan Rusia,” kata dia pada Law-Investigasi, Kamis 3 November 2022.
“Itu (bisa) terjadi potensi krisis energi dan tentu batubara yang sebagai energi primer, dulunya ditinggalkan oleh beberapa negara di belahan negara, termasuk di Eropa dengan menggunakan pembangkit berbasis gas, sekarang beralih ke batubara,” imbuh Yusri.
Hal ini membuat permintaan batubara melonjak dari berbagai negara. Kebutuhan itulah yang lantas membuat dugaan gratifikasi menguat.
Sebabnya menurut Yusri, banyak perizinan yang diperlukan perusahaan tambang, misal Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Menurutnya, bahkan perusahaan tambang yang sudah punya izin lengkap sampai operasi produksi tidak bisa langsung menambang karena ada persyaratan lain.
Salah satunya adalah Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) yang setiap tahun harus diajukan dan disetujui Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kemen ESDM).
Yusri menyebut, jika tidak ada izin RKAB, perusahaan itu akan dianggap menambang secara ilegal. Selain itu, orang-orang di Dirjen Minerba juga terbatas.
“Dengan keterbatasan person (orang) dari Minerba, kemudian kebutuhan para penambang untuk cepat buat RKAB, karena kalau nggak keluar RKAB dia nggak bisa menambang, nggak bisa melakukan ekspor,” kata Yusri.
“Nah, pejabat-pejabat terkait di pos-pos penting itu, sebagai kelaziman kalau nggak ada pelicinnya mana mau mereka mempercepat itu semua?” lanjut pengamat pertambangan itu.
Menurutnya, sejumlah oknum yang di pos-pos penting itu bahkan mencari kekurangan yang membuat frustasi pengusaha. Hal itu sudah menjadi rahasia umum.
Yusri memandang, rawan terjadi konflik antara pengusaha tambang dan masyarakat pemilik tanah. Ada pula tumpang tindih perizinan antara pejabat lama dengan pejabat baru memberikan izin di lokasi yang sama.
“Itu terjadilah konflik. Itu yang sering terjadi di lapangan,” ujar Yusri.
“Makanya banyak keterlibatan aparat penegak hukum yang bermain, kadang ada oknum yang membekingi salah satu dari para pihak yang berkonflik tersebut,” imbuhnya.
Ia menyebut, oknum itu merujuk pada kepolisian. Ini karena Polri bisa melakukan pidana umum. Urusan dengan masyarakat, penambang ilegal, maupun konflik antar pemilik lahan tentu tidak bisa diselesaikan oleh tentara.
“Itu sudah jadi rahasia umum dimana-mana, mulai dari tambang yang kecil dan tambang yang paling gede. Tambang yang kecil ya level-level di bawah, mungkin oknum di Polsek, di Polres,” kata Yusri.
(Tim Investigasi)