Siapa Petinggi Polri Terlibat dalam Bisnis Tambang Ilegal? #3

Siapa Petinggi Polri Terlibat dalam Bisnis Tambang Ilegal? #3

Sinergi Oknum Polisi dan Oligarki Tambang

Sementara itu, guru besar kriminologi dan kepolisian dari Universitas Indonesia (UI) Adrianus Meliala mengatakan, ada mantan pejabat tinggi (Pati) Polri yang menjadi komisaris, pemilik, atau lawyer perusahaan tambang. Hal itu tentu menjadi bentuk gratifikasi.

“Saya tahu banyak soal ini saat saya menjabat sebagai anggota Ombudsman, dimana saya selesai menjabat tahun lalu,” kata Adrianus dalam diskusi `Mengungkap Persekongkolan Geng Tambang di Polisi dengan Oligarki Tambang`, Kamis.

Ia melanjutkan, mereka datang ke Ombudsman untuk mengadu tentang status tambang yang dipermasalahkan dan sebagainya. Menurutnya, mereka bertemu dengannya saat ke Ombudsman.

“Maka saya setuju dengan anggapan bahwa banyak teman-teman Polri yang terlibat di tambang tersebut, entah sebagai komisaris, sebagai pemilik, atau sebagai lawyer,” ujar Adrianus.

“Kesan saya adalah terlepas dari apapun perannya, maka nampaknya peran fungsi mereka yang utama adalah sebagai preman, sebagai orang yang selalu membuat segan banyak pihak ketika misalnya mempertanyakan soal izin,” lanjutnya.

Menurutnya, hal itu menjadi masalah karena mereka menggunakan predikat polisi dalam hal negatif. Sementara itu ia menduga, mereka bisa punya akses kepemilikan di tambang karena riwayat penugasan.

“Jadi misalnya, saya pernah bertugas sebagai Kapolres, sebagai Kapolda di satu tempat, dan misalnya dalam rangka penyidikan kemudian mengurus kasus tambang tertentu, lalu saya berhasil mendamaikan,” kata Adrianus.

“Maka ada tanda terima kasih. Jadi, singkatnya bahwa ada kaitan dengan riwayat penugasan,” imbuhnya.

Ia mengatakan, kepemilikan tambang itu biasanya disembunyikan saat mereka masih menjadi perwira aktif. Namun, biasanya hal itu ditunjukkan saat sudah pensiun.

“Mungkin pada waktu masih menjabat itu disembunyikan, tidak dimunculkan. Baru kelihatan itu (waktu) sudah pensiun,” kata dia.

Selain itu ia menemukan, ada kaitan antara kepangkatan dan jabatan dengan luasan wilayah tambang yang dimiliki perwira Polri. Ia mencontohkan, seorang Kapolda atau Pati bisa menjadi pemilik atau komisaris perusahaan tambang. Hal ini berbeda jika pangkatnya lebih rendah.

Ia juga membahas soal penegakan hukum terhadap perusahaan tambang. Menurutnya, Polri terlihat tebang pilih.

“Kalau kasus itu dianggap sebagai tidak aman karena ada nama-nama besar yang mungkin akan mengganggu, maka lalu penegakan hukumnya bisa menguap, bisa menghilang, dan seterusnya,” pungkasnya.

Ferdy Sambo dan Catatannya Soal Polri Penerima Gratifikasi

Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menduga, Ferdy Sambo memiliki banyak catatan terkait dugaan penyelewengan kewenangan dan gratifikasi.

“Menurut penerawangan saya, Sambo itu mencatat oknum kepolisian itu, dari Jenderal sampai dengan di bawahnya, Kapolda kemudian Kapolres, sehingga praktik tambang ilegal itu berjalan,” kata Sugeng pada Law-Investigasi Rabu 2 November 2022.

Lebih lanjut ia mengatakan, Ferdy Sambo bisa mengetahui soal gratifikasi Polri itu karena posisinya sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri.

“Karena Sambo sebagai Kadiv Propam menerima pengaduan-pengaduan dari masyarakat tentang adanya dugaan praktik tambang ilegal yang dilindungi oleh oknum polisi,” ujar Sugeng

“Gratifikasi apa? Dalam hal adanya praktik tambang ilegal yang sebetulnya sudah diketahui oleh kepolisian setempat, misalnya Polda setempat, Polsek setempat, atau Polres setempat,” lanjutnya.

Meski begitu, menurut Sugeng praktik tambang ilegal itu tetap berjalan karena ada ‘uang perlindungan’ yang diberikan kepada oknum Polri. Ia mengatakan, uang perlindungan itu diterima oknum-oknum polisi dari level Polsek, Polres, hingga Polda.

“Jadi, itu terjadi di Polda mana saja, dugaan saya di daerah Kalimantan Timur, Kalimantan Utara. Saya yang punya data dua itu lah,” kata Sugeng.

Law-Investigasi berusaha menanyai Sugeng lebih lanjut. Namun, ia menolak membeberkan siapa-siapa saja oknum Polri itu.

“Jangan dong! Ini sangat super rahasia,” ujar dia.

Namun, dalam beberapa wawancaranya ia sempat menyebut nama Briptu IB di Kalimantan Timur dan Briptu HSP di Kalimantan Utara. Menurutnya, ada kaitan polisi jenderal bintang dua dan jenderal bintang satu di situ.

Pada diskusi `Mengungkap Perselingkuhan Geng Tambang di Polisi dengan Oligarki Tambang`, di Jakarta Selatan, Kamis, ia mengatakan keberadaan tambang-tambang ilegal ada di Kalimantan Timur dan tidak ditindak.

Menurutnya, ada kesepakatan tentang uang perlindungan yang dikelola dan dibagikan secara proporsional di antara petinggi kepolisian di Kaltim maupun Mabes Polri.

“Ini yang terekam saya lihat di buku hitam Sambo,” ujar Sugeng..

“FS (Ferdy Sambo, red) meminta supaya dilakukan penertiban karena perlindungan ini melibatkan jenderal-jenderal pada wilayah kepolisian lokal,” lanjutnya.

Ia juga mengatakan, praktik pertambangan ilegal itu tidak hanya di Kalimantan Timur, tapi juga di Kalimantan Selatan. Ia lantas mempersoalkan kebijakan Polri yang menugaskan Irjen Andi Rian Djajadi menjadi Kapolda Kalsel.

Ia khawatir, publik tidak percaya kepada jajaran Polda Kalsel pimpinan Irjen Andi Rian Djajadi. “Bagaimana dengan track record ini kira-kira dia akan memimpin Polda Kalimantan Selatan?” tanyanya.

Andi Rian Djajadi diketahui gemar berpakaian mewah. Ia juga diduga terlibat pemerasan saat menangani kasus penipuan arloji mewah Richard Mille yang dilaporkan pengusaha Tony Sutrisno.

(Tim Investigasi)