Stempel Palsu Bukti Dugaan Korupsi Eks Kadisbud DKI

Stempel Palsu Bukti Dugaan Korupsi Eks Kadisbud DKI

Jakarta, LINews – Stempel palsu menjadi bukti penting dalam kasus dugaan korupsi yang menyeret mantan Kepala Dinas Kebudayaan (Kadisbud) DKI Jakarta, Iwan Henry Wardhana, sebagai tersangka. Keberadaan stempel ini mengungkap praktik korupsi terkait pembuatan surat pertanggungjawaban fiktif di Dinas Kebudayaan DKI Jakarta.

Modus kongkalikong Iwan Henry membuat SPJ fiktif itu diungkapkan Kepala Kejati DKI Jakarta Patris Yusrian Jaya dalam konferensi pers di Kantor Kejati Jakarta, Rasuna Said, Jaksel, Kamis (2/1). Modus tersebut melibatkan penggunaan event organizer (EO) fiktif serta stempel palsu untuk mencairkan dana.

“Kasus di Dinas Kebudayaan ini dilakukan dengan modus pihak-pihak pimpinan bekerja sama dengan seseorang sebagai EO, tapi EO ini tidak terdaftar. EO tersebut membuat vendor-vendor yang seolah-olah melaksanakan kegiatan, namun sebenarnya sebagian atau seluruhnya fiktif,” kata Petris.

Menurut Patris, kegiatan-kegiatan tersebut dilengkapi dengan laporan pertanggungjawaban palsu. Mereka menggunakan stempel palsu dan meminjam nama perusahaan yang sebenarnya tidak melaksanakan kegiatan apa pun.

“Perusahaan-perusahaan yang dipinjam namanya diberikan imbalan sebesar 2,5%, tanpa benar-benar melaksanakan kegiatan sebagaimana tercantum dalam program Dinas Kebudayaan,” jelasnya.

Selain itu, beberapa kegiatan hanya sebagian yang dilaksanakan, sementara sisanya dibuat seolah-olah terlaksana untuk mengelabui pemeriksaan.

“Dalam pelaksanaannya, ada variasi kegiatan, ada yang dilaksanakan sebagian, ada yang sepenuhnya fiktif,” tambah Patris.

Kajati DKI juga mengungkapkan tersangka Iwan Henry Wardhana diduga sempat memusnahkan barang bukti berupa stempel palsu sebelum dilakukan penggeledahan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati). Namun, beruntung tidak semua stempel dan dokumen berhasil dimusnahkan.

“Yang jelas para pihak ini memang sudah mengaku bahwa mereka yang menyiapkan stempel-stempel palsu tersebut dan telah mereka gunakan, bahkan sebagian sudah berhasil dimusnahkan sebelum penggeledahan,” kata Kajati DKI Jakarta Patris Yusrian Jaya dalam konferensi pers.

“Untung waktu penggeledahan belum semuanya, tapi pemusnahan stempel, pemusnahan dokumen, serta langkah-langkah lain berhasil kami dapatkan rinciannya waktu penggeledahan tersebut,” ujarnya.

Saat ini, pihak Kejati DKI sedang menghitung jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh praktik korupsi tersebut.

“Kami sudah mendapatkan rekening koran, bukti-bukti elektronik, serta dokumen hasil penggeledahan. Auditor juga telah sepakat bahwa ada potensi kerugian negara, dan penghitungan masih terus dilakukan,” kata Patris.

Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Patris Yusrian Jaya menyampaikan ada tiga tersangka yang dijerat dalam kasus SPJ fiktif di Dinas Kebudayaan Jakarta. Selain Iwan Henry, ada 2 tersangka lainnya yaitu Kabid Pemanfaatan Kebudayaan berinisial MFM, dan salah satu pihak swasta berinisial GAR.

“Tiga orang tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa penyimpangan kegiatan-kegiatan pada Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Khusus Jakarta yang bersumber dari APBD yakni IHW,” kata Patris.

Penetapan tersangka itu berdasarkan surat nomor TAP-01/M.1/Fd.1/01/2025. Sedangkan tersangka MFM berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-02M.1/Fd.1/01/2025 dan GAR berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-03M.1/Fd.1/01/2025.

Patris menerangkan bahwa tersangka IHW selaku Kepala Dinas Kebudayaan bersama tersangka MFM selaku Plt Kabid Pemanfaatan dan tersangka GAR bersepakat untuk menggunakan Tim EO milik tersangka GAR dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan pada bidang Pemanfaatan Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta.

“Tersangka MFM dan tersangka GAR bersepakat untuk menggunakan sanggar-sanggar fiktif dalam pembuatan SPJ guna pencairan dana kegiatan pergelaran seni dan budaya kemudian uang SPJ yang telah masuk ke rekening sanggar fiktif maupun sanggar yang dipakai namanya ditarik kembali oleh tersangka GAR dan ditampung di rekening tersangka GAR yang diduga digunakan untuk kepentingan tersangka IHW maupun tersangka MFM,” ujarnya.

Pasal yang disangkakan untuk para tersangka adalah Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Jo. Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

“Bahwa dalam tahap penyidikan, penyidik melakukan penahanan kepada Tersangka GAR di Rumah Tahanan Negara Cipinang untuk 20 hari ke depan sedangkan terhadap Tersangka IHW dan Tersangka MFM saat ini tidak hadir dalam pemeriksaan saksi yang selanjutnya akan dilakukan pemanggilan kembali oleh penyidik selaku tersangka pada minggu depan,” imbuhnya.

(Luky)

Tinggalkan Balasan