Jakarta, LINews – Pejabat Sumatera Utara (Sumut) ramai-ramai terlibat kasus dugaan korupsi. Gubernur Sumut Bobby Nasution pun meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperkuat peran penegakan hukum di daerah.
Permintaan Bobby disampaikan di tengah pemeriksaan lima Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang diduga terlibat tindak pidana korupsi.
Bobby Nasution, tampak hadir di Gedung Merah Putih KPK di Jakarta, Senin (28/4/2025).
Bobby tiba di gedung KPK sekitar pukul 09.14 WIB dan baru keluar hampir tujuh jam kemudian, tepatnya pukul 15.56 WIB.
Didampingi ajudan, Bobby menjelaskan bahwa kehadirannya bukan terkait kasus, melainkan undangan resmi dari KPK.
“Jadi tadi kami diundang ada 8 daerah, termasuk provinsi dan 7 kabupaten kota. Dan seluruh provinsi dan kabupaten kota nanti di Sumatra akan diundang semua. Cuma ini jadwalnya kami, 8 daerah,” ujar Bobby.
Dalam pertemuan tersebut, kata Bobby, sejumlah hal strategis dibahas bersama KPK demi memperkuat sinergi antara pusat dan daerah.
“Ya yang dibahas penegakan, pencegahan antikorupsi, koordinasi antara pemerintah daerah dan DPRD, penyusunan anggaran, optimalisasi pendapatan,” tandasnya.
Bobby Nasution Minta KPK Hadir Lebih Aktif di Daerah
Dalam Rapat Koordinasi Pemberantasan Korupsi Wilayah I yang digelar di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (28/4/2025), Bobby menegaskan pentingnya peran aktif KPK di daerah.
Ia berharap lembaga antirasuah itu tidak hanya fokus pada pencegahan, tapi juga menjadi penengah dalam membangun kolaborasi sehat antara eksekutif dan legislatif.
“Saya meminta peran KPK di daerah bisa lebih kuat dan lebih sering,” ujar Bobby.
Menurut dia, selama hampir dua bulan menjabat sebagai Gubernur Sumut, sudah ada lima OPD di lingkungan pemerintahannya yang sedang diperiksa terkait dugaan korupsi.
Bobby menekankan bahwa integritas dan moralitas harus menjadi fondasi utama, bukan hanya bagi kepala daerah, tetapi juga seluruh jajaran pemerintahan.
Peringatan Keras KPK: Integritas Adalah Kunci Utama
Di kesempatan yang sama, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengingatkan bahwa pemberantasan korupsi tidak cukup hanya mengandalkan regulasi atau besar kecilnya gaji pejabat.
“Gaji besar atau kecil tidak menjadi jaminan. Kalau hati dan pikiran tetap rakus, korupsi akan tetap terjadi,” kata Tanak.
Data KPK menunjukkan, berdasarkan Indeks Pencegahan Korupsi Daerah (IPKD) 2024 dalam Monitoring Controlling Surveillance for Prevention (MCSP), Provinsi Sumut mencatatkan skor rata-rata 75,02.
Meski begitu, di area perencanaan, skor Sumut masih rendah, hanya 63.
Sumut Catat 170 Kasus Korupsi, Pengadaan Barjas Paling Rawan
Sepanjang 2023 hingga akhir 2024, terdapat 170 perkara korupsi di Sumut yang masuk dalam Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) oleh aparat penegak hukum.
Sebanyak 44 persen kasus terkait penyalahgunaan anggaran, 42 persen terkait pengadaan barang dan jasa, sementara sisanya terkait sektor perbankan, pungutan liar (pungli), dan modus lainnya.
Direktur Koordinasi dan Supervisi Wilayah I KPK, Agung Yudha Wibowo, mengungkapkan, Pemda dan DPRD adalah dua aktor utama dalam menentukan arah tata kelola pemerintahan daerah.
“Korupsi di daerah sering berulang dengan pola yang hampir sama. Kalau ada yang belum terungkap, itu mungkin hanya soal waktu,” kata Agung.
KPK Dorong Perbaikan Tata Kelola Pemerintahan Daerah
KPK, lanjut Agung, tidak hanya fokus pada sosialisasi, tetapi juga membuka ruang dialog untuk membahas masalah nyata di daerah. Ia menekankan pentingnya kolaborasi erat antara KPK, eksekutif, dan legislatif untuk mencegah korupsi.
Agung memaparkan potensi rawan korupsi mulai dari perencanaan anggaran tidak akuntabel, pengadaan barang dan jasa sarat kecurangan, lemahnya pengawasan, hingga praktik jual beli jabatan.
“Kehadiran KPK di daerah bukan untuk menghakimi, tapi membantu memperbaiki sistem agar pemerintah daerah bisa melayani rakyat lebih baik,” ujarnya.
(Robi)