SYL Didakwa Terima Gratifikasi Rp 44,5 M Hasil Peras Anak Buah

SYL Didakwa Terima Gratifikasi Rp 44,5 M Hasil Peras Anak Buah

Jakarta, LINews – Mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) didakwa menerima gratifikasi Rp 44,5 miliar. Jaksa menyebut duit itu diterima SYL dengan memeras anak buahnya di Kementerian Pertanian (Kementan).

“Sebagai orang yang melakukan atau yang turut serta melakukan beberapa perbuatan meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, pegawai negeri atau penyelengara negara, dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya, memaksa seseorang yaitu para Pejabat Eselon I pada Kementerian Pertanian Republik Indonesia (Kementan Rl) beserta jajaran dibawahnya,” kata jaksa KPK Taufiq Ibnugoho dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta, Rabu (28/2/2024).

SYL disebut menerima gratifikasi dari mantan Sekjen Kementan Momon Rusmono, dan sejumlah pejabat eselon I Kementan yakni Ali Jamil Harahap, Nasrullah, Andi Nur Alamsyah, Prihasto Setyanto Suwandi, Fadjry Djufry, Dedi Nursyamsi, Bambang, Maman Suherman, Sukim Supamdi, Akhmad Musyafak, Gunawan, Hermanto, Bambang Pamuji, Siti Munifah, dan Wisnu Hariyana. Uang itu digunakan untuk keperluan pribadi SYL dan keluarga.

“Memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan atau mengerjakan sesuatu bagi dirinya yaitu menerima uang, dan membayarkan kebutuhan pribadi Terdakwa dan keluarga Terdakwa,” ujarnya.

Total gratifikasi yang diterima SYL dengan memeras anak buahnya sebesar Rp 44,5 miliar. Uang itu diperoleh SYL selama menjabat sebagai Menteri Pertanian pada 2020-2023.

“Kemudian uang-uang tersebut digunakan sesuai dengan perintah dan arahan Terdakwa. Bahwa jumlah uang yang diperoleh Terdakwa selama menjabat sebagai Menteri Pertanian Rl dengan cara menggunakan paksaan sebagaimana telah diuraikan di atas adalah sebesar total Rp 44.546.079.044,00,” ujarnya.

Jaksa mengatakan ini berawal ketika SYL diangkat menjadi Menteri Pertanian. Kemudian dia mengangkat beberapa orang kepercayaannya untuk menduduki beberapa jabatan di sana.

“Bahwa dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagai Mentan RI periode tahun 2019 sampai dengan tahun 2023, Terdakwa merekrut dan menempatkan beberapa orang kepercayaannya untuk menduduki jabatan tertentu dalam rangka memudahkan Terdakwa dalam menjalankan tugas dan memberikan perintah di Kementan Rl,” ujarnya.

Mereka yang diangkat SYL itu adalah Muhammad Hatta dari staf saat menjabat sebagai Gubernur Sulawesi Selatan menjadi Pj Direktur Pupuk dan Pestisida Kementan Rl sejak Juni 2020 sampai dengan 2022 dan sebagai Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan RI sejak bulan Januari 2023. SYL juga mengangkat orang kepercayaannya yaitu Imam Mujajidin Fahmid sebagai staf khusus Mentan RI.

Ajudan Mengumpulkan Uang

Jaksa mengatakan SYL memerintahkan Imam dan Kasdi selaku Sekjen Kementan, M Hatta dan Panji yang merupakan ajudannya untuk mengumpulkan uang ‘patungan’ ke para pejabat Eselon I di Kementan. Uang itu digunakan untuk kepentingan pribadi SYL.

“Terdakwa mengumpulkan dan memerintahkan Imam Mujahidin Fahmid (Staf Khusus Menteri Pertanian RI Bidang Kebijakan), Kasdi Subagyono (Direktur Jenderal Perkebunan Tahun 2020), Muhammad Hatta dan Panji Harjanyo (Ajudan Terdakwa), untuk melakukan pengumpulan uang ‘patungan/sharing’ dari Para Pejabat Eselon I di lingkungan Kementan Rl yang akan digunakan untuk memenuhi kepentingan pribadi Terdakwa dan keluarga Terdakwa,” ujarnya.

Jaksa mengatakan SYL juga meminta jatah 20 persen dari anggaran di setiap Sekretariat dan Direktorat di Kementan RI. SYL disebut menyampaikan ke para pejabat Eselon 1 Kementan jika jabatannya akan dalam bahaya jika tak mengikuti perintah tersebut.

“Terdakwa juga menyampaikan adanya jatah 20% dari Anggaran di masing-masing Sekretariat, Direktorat, dan Badan pada Kementan Rl yang harus diberikan kepada Terdakwa. Selain itu Terdakwa juga menyampaikan kepada jajaran di bawah Terdakwa apabila para pejabat Eselon I tidak dapat memenuhi permintaan Terdakwa tersebut maka jabatannya dalam bahaya, dapat dipindahtugaskan atau di ‘non job’ kan oleh Terdakwa, serta apabila ada pejabat yang tidak sejalan dengan hal yang disampaikan Terdakwa tersebut agar mengundurkan diri dari jabatannya,” jelas jaksa KPK.

(Lukman)

Tinggalkan Balasan