Jakarta, LINews – Pengamat Pendidikan Indra Charismiadji menilai bahwa perencanaan dan implementasi program dari Kemendikbud belum matang.
Dengan anggaran yang besar, Indra berharap bila Kemendikbud bisa memaksimalkan setiap program yang telah direncanakan.
“Semua program di Kemendikbud itu tidak di desain dengan matang dan perlu banyak pembenahan,” ujar Indra kepada Law Investigasi.
Bahkan Indra menyebut bila selama ini program yang dijalankan Kemendikbud hanya untuk pencitraan saja.
Selain itu, tidak ada untungnya untuk bangsa dan yang ada hanya menghamburkan uang daripada masyarakat saja.
“Ini kan menunjukkan program nggak jelas, standar tidak jelas, hanya sebatas untuk kepentingan pencitraan aja dan buat bangsa ini nggak ada manfaatnya, hanya untuk kepentingan beberapa orang. Kita butuh negarawan yang ingin membangun bangsa ini,” terangnya.
Bahkan dirinya juga sering meminta DPR RI untuk melakukan evaluasi kebijakan Merdeka Belajar tersebut. Akan tetapi, sampai saat ini belum ada tindak lanjut yang berarti.
“Saya selalu mendorong DPR untuk stop Merdeka Belajar ini, lihat utuhnya kayak apa. Ini sudah jalan berapa episode nggak jelas,” ujarnya.
Dengan anggaran program yang sangat besar, Indra mengatakan tentu harus menghasilkan output yang baik untuk bangsa.
“Itu uang rakyat yang dipake, itu saya sarankan ke DPR. Sekarang semua ini, saya tidak melihat di sisi pemerintahan ini yang punya keinginan membangun bangsa dan negara,” katanya.
Sedangkan, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih mengatakan bila dalam menentukan suatu program Kemendikbud harus perhatikan segala aspek.
Fikri menyebut Salah satunya yang menjadi persoalan adalah terkait teknis yang ada di balik kurikulum merdeka belajar.
Pasalnya, ia menyebut bila kurikulum merdeka belajar ini masih menciptakan polemik di tengah masyarakat.
“Kebijakan mengubah kurikulum butuh evaluasi menyeluruh. Perubahan kurikulum membawa banyak persoalan yang berdampak pada orang tua, guru, dan penyelenggara pendidikan,” kata Fikri.
Politisi PKS itu menuturkan dengan adanya perubahan kurikulum, Kemendikbud perlu melihat dari semua aspek.
Pasalnya, sampai saat ini program ini banyak dikeluhkan oleh orang tua siswa terkait hal teknis.
Dengan jumlah anggaran yang besar, Kemendikbud mempunyai tanggung jawab untuk menyiapkan program yang bisa dimengerti oleh masyarakat.
Sehingga, program yang direncanakan dan berjalan tidak akan membuat rugi masyarakat.
“Tentu perlu kehati-hatian ya dan program yang akan direncanakan harus berefleksi dari program yang sudah berjalan,” ucapnya.
Law Investigasi juga melakukan jajak pendapat terhadap masyarakat melalui media sosial terkait program dan anggaran Kemendikbud.
Salah satunya adalah Eko yang merupakan guru honorer, ia mengatakan sudah menjadi guru honorer selama 10 tahun.
Terkait dengan program Kemendikbud sekarang, sebagai guru Eko mengatakan bila dirinya sudah tau tentang program tersebut.
Namun, meski begitu ia belum terlalu memahami terkait program Kemendikbud seperti Merdeka Belajar dan lainnya.
“Tau sih tau mas cuma ya belum terlalu paham,” kata Eko.
Terkait dengan anggaran Kemendikbud, Ia berharap bila anggaran tersebut bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin.
Ia Pun mendorong bila kesejahteraan kepada guru honorer merupakan suatu hal yang wajib diperhatikan.
Pasalnya, profesi guru ini kerap kali dipandang sebelah mata namun memiliki jasa yang besar.
Untuk itu pemerintah perlu memperhatikan kesejahteraan guru honorer terutama yang sudah mengajar lama.
“Tentu dengan anggaran yang besar, guru honorer wajib diperhatikan oleh pemerintah,” imbuhnya.
Law Investigasi mencoba untuk meminta konfirmasi kepada BPKP terkait pengawasan terhadap Kemendikbud.
Namun hingga berita ini diturunkan, pihak BPKP belum memberikan konfirmasinya.
Seperti diketahui, bila sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menambah alokasi anggaran untuk sektor pendidikan sebesar Rp 78,5 triliun. Saat ini nilainya menjadi Rp 621,3 triliun.
Peningkatan anggaran pendidikan ini terdiri dari tambahan anggaran pendidikan pada belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp 30,6 triliun dan tambahan pembiayaan pendidikan sebesar Rp 47,9 triliun. (Vhe)