Law-Investigasi, Perang terhadap judi online (judol) masuk ke level baru, jika sebelumnya aparat berkelindan di seputar situs, pemain dan bandar, kini sasaran diarahkan ke pegawai kementerian yang menjadi bekingnya. Siapa saja yang masuk dalam bidikan polisi?
Polda Metro Jaya dalam sepekan operasinya telah meringkus 16 orang, termasuk pegawai Komdigi (dulu Kominfo). Belakangan beberapa personil polisi juga kerap kali mendatangi kantor Kemenkodigi. Hal tersebut diungkapkan langsung oleh Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid Meutya menyatakan hal tersebut merupakan pil pahit bagi Kemenkodigi. “Jadi di dalam itu juga suasananya mencekam pasti, karena kemarin-kemarin juga bahwa kepolisian itu datang jumlahnya cukup banyak, 40 sampai 50 orang,” kata Meutya kepada Wartawan, Selasa (05/11/2024).
Meutya mengatakan Komdigi berkomitmen bersama Polri untuk terbuka dalam upaya pengembangan dan penyidikan terkait judi online di lingkungan kementerian.
“Komdigi akan terbuka dan sudah terbuka kepada seluruh upaya pengembangan penyidikan, berapa kali pun kepolisian harus datang seberapa lama pun mereka harus datang dan meneliti di kantor kami sebagai bentuk pertanggungjawaban kami. Kami membuka pintu selebar-lebarnya,”katanya.
Ketua Komisi I DPR periode 2019-2024 ini menegaskan kepada seluruh pegawainya untuk memberikan keterangan lengkap kepada tim penyidik. “Kami telah membuat surat instruksi kepada seluruh pegawai dari Kemkomdigi untuk memberikan dukungannya kepada aparat hukum dalam hal untuk mencapai terang benderang proses penyidikan. Jadi aparat penegak hukum kalau datang selalu didampingi Pak irjen dengan Dirjen Aptika dan tim,” ujarnya.
Meutya menegaskan bila pemberantasan judi online (judol) merupakan arahan Presiden Prabowo Subianto. Ia menyebut bila Prabowo memanggilnya hingga tiga kali untuk fokus berantas judol. Meutya menyebut bila arahan dari Prabowo secara konsisten dan berulang kali memang fokusnya kepada judi online untuk diberantas.
“Dari pertama, kami dipanggil, kedua kali, ketiga kali, beliau (Presiden) mengulang terhadap judi online,” tegasnya.
Kemudian, ia bertemu dengan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk berkoordinasi ihwal pemberantasan judol sesuai dengan arahan Presiden Prabowo. Meutya menyebut bila ia bertemu dengan Kapolri beberapa kali dan ia juga menyampaikan arahan kepada Kapolri salah satu yg utama adalah judol.
“Karena itu, ketegasan dari presiden ini memudahkan kami kerja di bawah bapak ibu. Dengan Kapolri kami langsung ada pertemuan beberapa kali,” ujarnya.
Meutya menuturkan bila sebelum kejadian penangkapan oknum pegawai Komdigi itu sudah ada pertemuan sebelumnya dan mengaku terkejut dengan adanya penangkapan itu. Pada dasarnya Meutya mengaku tidak tahu persis mengenai permasalahan judol melibatkan oknum pegawai Komdigi. Namun ia menyatakan bila sejak awal sudah ada komitmen dengan Kapolri untuk memberantas judol.
“Tapi pada dasarnya ini kami lakukan bersama sama dan tentu doa dan dukungan dari jutaan masyarakat menjadi modal utama,” tuturnya.
Meutya mengaku terkejut dan grogi ketika mendapatkan arahan langsung oleh Presiden Prabowo soal pemberantasan judol. Meutya menyebut saat presiden menyampaikan arahan pertama kali masih cenderung belum terlalu ramai pembicaraan mengenai judol.
“Waktu itu belum ada dukungan yang begitu besar dan waktu disampaikan arahan pertama, saya juga tidak tahu apakah ini didukung secara luas atau tidak. Tapi Alhamdulillah didukung,” ujarnya.
“Setelah kejadian pun kami menghadap presiden dan beliau mendukung dan kini digenapkan dukungan para wakil rakyat di komisi I, saya rasa ini menjadi kekuatan kita bersama,” sambungnya.
Sementara itu, Anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin menyebut bila keterlibatan pegawai Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) dalam kasus judi online (judol) sudah diperkirakan sejak lama sebelum diubah menjadi Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi). TB Hasanuddin mengungkapkan, pernah mempertanyakan kepada Menkominfo saat itu ketika masih dijabat oleh Budi Arie Setiadi terkait pemberantasan judi online di Indonesia.
“Saat itu, saya sudah mengidentifikasi rasanya tidak mungkin kalau tidak ada ASN atau pegawai Menkominfo yang terlibat, tapi saat itu tidak mendapatkan perhatian Menteri Budi Arie. Sekarang terbukti dan clear, bahkan sudah 16 orang pelaku di tangkap polisi,” kata TB Hasanuddin kepada Law-Investigasi, Kamis (07/11/2024).
TB Hasanuddin berharap kepada Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid lakukan bersih-bersih di pegawainya agar tidak lagi ada pegawai yang terlibat dalam kasus yang merugikan masyarakat ini.
“Harapan satu-satunya sekarang menteri yang baru harus segera membersihkan Komdigi agar bersih dari judi online dan polisi jangan ragu-ragu,” katanya.
Berburu Sultan Menang, Dapat Beking
Bareskrim Polri tiba-tiba menyatakan sedang memeriksa dua orang pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) pada Kamis (31/10/2024). Pemeriksaan dilakukan secara gabungan, yang melibatkan penyidik Polda Metro Jaya. Dua pegawai disebut-sebut berstatus pejabat di kementerian yang sebelumnya dipimpin Budi Arie Setiadi itu. Mereka diduga menyalahgunakan kewenangan untuk mengatur judi online demi kepentingan pribadi.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Wira Satya Triputra menerangkan, awalnya penyidik Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya mengungkap kasus website yang bernama SULTANMENANG yang menawarkan permainan judi online. Dalam kasus ini, dua orang ditetapkan sebagai tersangka.
Sehari berselang, Polda Metro Jaya melakukan penggeledahan di sebuah ruko yang berlokasi di Kota Bekasi, Jawa Barat. Ruko berlantai tiga itu disebut kepolisian sebagai ‘kantor satelit’ karena diduga mengatur segala aktivitas judi online di bawah pengawasan Komdigi atau Kominfo selama ini. Tampak depan ruko itu dibiarkan tidak beridentitas layaknya tempat usaha.
Namun, begitu melongok ke dalam, tepatnya di lantai dua, tampak menyerupai ruang rapat. Di lantai paling atas ruko ini terdapat banyak perangkat komputer yang digunakan admin dan operator mengatur situs judi online. Sedangkan, di lantai dasar, tak tampak ada ruangan atau perangkat khusus. Dua pegawai yang diduga diperiksa hari sebelumnya ikut dibawa ke ruko tersebut.
Dari kesaksian dua orang itu, kepolisian mengatakan ‘kantor satelit’ itu diisi oleh 12 orang. Sebanyak 8 orang bertugas sebagai operator dan sisanya berstatus admin. Mereka mengumpulkan daftar situs yang terindikasi judi online dan mengkondisikannya. Mulanya mereka mengendalikan situs judi online dengan bermarkas di Tomang, sebelum akhirnya pindah pada Januari 2024.
Dari penggeledahan dan keterangan dua orang yang dijadikan tersangka sebelumnya, penyidik Polda Metro Jaya mengemukakan 15 orang sebagai tersangka. Dari jumlah itu, 11 tersangka berstatus pegawai Komdigi, dan sisanya orang luar.
“Sebagian besar sudah kami amankan,” kaat Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam saat dihubungi Law-Investigasi, Rabu (6/11/2024). Kata dia, pengaturan akses judi online ini didalangi oleh tiga tersangka utama, yaitu berinisial AK, AJ, dan A.
Dari tangan AK, kata Ary, bisa ditentukan mana saja situs judi online yang akan diblokir. Melalui perintahnya pula, AK disebut bisa memilih situs judi online yang berpotensi mendatangkan cuan. Adapun AJ dan A berperan sebagai perpanjangan tangan AK. Mereka berdua menyortir situs judi online yang hendak diblokir dan diperdayakan melalui akses AK di aplikasi Telegram. Setelah disortir, tersangka berinisial R ditugasi melakukan pemblokiran.
Dari kesaksian tersangka, Ary bilang mereka meminta Rp8,5 juta untuk setiap situs judi online yang tidak diblokir. Total, ada 5.000 situs judi online yang diawasi pegawai Komdigi melalui ‘kantor satelit’ itu, tapi hanya 4.000 yang diblokir, dan sisanya dimanfaatkan. Jika situs judi online dipatok sekian juta dan dikalikan seribu dalam satu kali pembayaran per bulan, maka uang yang didapat mafia judi online Komdigi ini mencapai Rp8,5 miliar.
“Karyawan di kantor satelit itu digaji 5 juta tiap bulan,” kata Ary.
Tersangka berinisial AK diduga merujuk pada nama Adhi Kismanto. Dia awalnya melamar posisi tenaga teknis di Komdigi, tapi gagal lolos seleksi. Budi Arie sempat menepis relasi dengan AK saat ditanyai awak media, sebelum akhirnya mengakui mengenal mantan anak buahnya itu setelah beredar foto pernikahan Adhi Kismanto yang dihadiri Budi Arie. Keberadaan AK di Komdigi diduga karena peran Zulkarnaen Apriliantony.
Adapun Zulkarnaen berstatus mantan komisaris PT Hotel Indonesia Natour, yang merupakan bagian usaha dari BUMN Injourney. Akun X @PartaiSocmed menyebut, dia telah ditangkap terkait kasus judi online ini. Zulkarnaen disebut-sebut sebagai penghubung bandar judi online ke kementerian sekaligus tangan kanan Budi Arie semasa menjabat Menteri Kominfo. Pihak Polda Metro Jaya belum memberikan respons soal status Zulkarnaen dalam kasus ini.
“Orang ini link-nya kemana-mana, kita harap banyak petinggi yang bakal kena,” cuit akun @PartaiSocmed, dikutip Rabu (5/11/2024).
Selain Zulkarnaen, akun X itu mengungkap dua pegawai Komdigi lainnya yang terlibat. Mereka adalah Denden Imadudin Soleh, yang menjabat Ketua Tim Keamanan Informasi Direktorat Pengendalian Aplikasi Informatika, dan Fakhri Dzulfiqar yang berstaus pegawai PSE Komdigi. Keduanya disebut menjadi bagian dari 11 tersangka yang telah ditangkap. Adapun Denden tercatat pernah mendaftar sebagai calon Bupati Sumedang melalui partai Gerindra, tapi kandas lantaran tak dapat restu partai. Dalam unggahan di akun Instagram-nya pula, tampak unggahan Denden satu foto dengan Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra, Hashim Djojohadikusumo saat masa pendaftaran Pilkada 2024.
Meski sudah menangkap sejumlah tersangka, Polda Metro Jaya menyatakan masih memburu dua buron. Kabid Humas Polda Metro Jaya, Ade Ary belum membeberkan status dua buron itu masuk klaster pegawai Komdigi atau pihak luar. “Polisi mengungkap saat ini tengah melakukan pengejaran terhadap dua orang DPO terkait mafia akses judol ini. Keduanya adalah A dan M.
“Sebagai DPO berinisial A dan penyidik (juga) telah identifikasi DPO lain dengan inisial M,” ujarnya.
Teranyar, penyidik kepolisian memblokir 47 rekening milik para tersangka. Dari puluhan rekening itu, disita sebanyak Rp 73 miliar yang terbagi dalam beberapa mata uang asing. Uang disetor dari bandar ke AK dkk. melalui uang tunai dan memanfaatkan sejumlah tempat penukaran mata uang asing. Dari sejumlah penggeledahan, polisi juga menyita alat operasional pemblokiran judi online, ratusan gram logam mulia hingga senjata api.
Modus beking judol ala pegawai Kemkomdigi juga dibongkar oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengungkapkan pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) yang ditangkap polisi karena diduga terkait dengan judi online sengaja merekayasa rekening.
“Mereka (pegawai Komdigi yang tertangkap karena kasus judol) coba mengelabui kami dengan menutupi informasi,” kata Ivan, Kamis (7/11/ 2024) sebagaimana dikutip Tempo.
Jangan Berhenti di Level Kroco
Jaringan yang berhasil dibongkar oleh polisi ini ditengarai masihlah di level operator dan penghubung, artinya masih ada sulur yang mesti ditelusuri. Dalam perkembangan terekini, kedekatan tidak wajar antara sejumlah tersangka dengan mantan Menteri Kominfo (sekarang Komdigi) menjadi sorotan. Konsultan keuangan sekaligus pegiat anti-judi online Roy Shakti mengatakan pengungkapan judi online di lingkaran Komdigi mesti dilihat secara detail. Sejumlah pegawai Komdigi yang ditangkap diduga memiliki relasi dengan Budi Arie semasa menjabat Menteri Kominfo. Terlebih, program pemberantasan judi online mulai dilakukan sejak masa Budi Arie, termasuk membentuk satgas.
“Sulit tidak mengaitkan keterlibatan pegawai Komdigi ini dengan sosok menteri sebelumnya,” kata Roy, Rabu (6/11/2024).
Dia menjelaskan, untuk membuktikan relasi Budi Arie dengan belasan pegawai Komdigi yang menjadi tersangka, maka perlu ada pemeriksaan oleh kepolisian. Roy menduga aliran dana juga sampai ke Budi Arie. Di sisi lain, otoritas Budi sebagai menteri bisa menjadi preseden buruk untuk menjeratnya, jika pun dirinya tidak terbukti menerima aliran dana judi online.
“Jangan berhenti di pegawai atau bawahan, menteri sebelumnya juga harus diminta kesaksiannya,” ujarnya.
Menurutnya, bandar judi online yang kedapatan menyetor ke mafia di Komdigi tidak merepresentasikan keseluruhan kejahatan. Penyidikan mesti menyasar ke aktor utama yang mengendalikan judi online secara masif. Di samping itu, kepolisian semestinya bisa mengaitkan relasi antara bandar besar itu dengan pemangku kepentingan.
“Pemain besar harus dibongkar dan siapa yang membantu pemain itu juga harus diungkap agar berantas sampai ke akarnya,” tuturnya.
Anggota Komisi III DPR RI Soedeson Tandra meminta kepolisian memeriksa Eks Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi terkait judi online (Judol) yang melibatkan pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital. Hal tersebut diperlukan menyusul adanya 11 pegawai Kemenkomdigi yang sebelumnya bernama Kemenkominfo, ditangkap kepolisian karena terlibat bisnis Judol dan berkomplot dengan bandar.
“Oleh karena itu, kita mendesak agar bahkan siapa pun harus diperiksa, termasuk menterinya (Budi Arie). Karena kan kalau kami dapat info dari media-media, kan itu orang dekatnya beliau,” ujar Tandra melalui keterangan yang diterima Law-Investigasi, Jumat (08/11/2024).
“Yang kedua, ada yang nggak lulus di dalam tes-tes itu kok diterima di Kementerian. Ini kan suatu pertanyaan besar. Sehingga masyarakat itu bertanya-tanya kenapa, gitu lho,” sambungnya.
Tandra berpandangan, pemeriksaan Budi Arie sebagai Eks Menkominfo dianggap perlu, karena seluruh pegawai pada umumnya bekerja sesuai arahan pimpinannya. Dengan begitu, Budi Arie sebagai atasan dari para pegawai memiliki tanggung jawab untuk memantau dan mengawasi aktivitas pegawainya ketika bekerja.
“Jadi begini lho, puncak tanggung jawab itu kan ada di pundak menteri, kan. Jadi menteri lah yang harus bertanggung jawab. Jangan menyalahkan anak yang ecek-ecek itu, gitu loh,” ungkapnya.
Tandra menyatakan saat ini masyarakat sedang resah dan bertanya-tanya mengenai judol. Iapun menekankan bahwa hukum di Indonesia memiliki prinsip equality before the law atau kesamaan di mata hukum.
“Tidak ada alasan untuk tidak memeriksa Budi Arie, walaupun memiliki jabatan tertentu,” ujarnya.
(R. Simangunsong)