Uang Pajak UPT Samsat Kelapa Dua Rp12 Miliar Digelapkan, Gubernur Banten Terseret

Uang Pajak UPT Samsat Kelapa Dua Rp12 Miliar Digelapkan, Gubernur Banten Terseret

Banten, LINews – Terungkapnya kasus penggelapan pajak yang mencapai Rp12 miliar di kantor Samsat Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang beberapa hari yang lalu menjadi sorotan banyak pihak.

Selain jumlahnya yang sangat besar, kapten yang menahkodai Samsat Kelapa Dua itu juga,Bayu Adi Putranto terbilang bukan orang sembarangan.

Bayu merupakan mantu dari Gubernur Banten Wahidin Halim yang masa periodenya dalam waktu dekat akan berakhir.

Meskipun, sampai saat ini fakta hukum belum menemukan keterlibatan Bayu dalam pusaran kasus penggelapan ini atau tidak.

Tapi yang jelas, kepala UPT Samsat mempunyai tanggung jawab yang besar dalam hal pengawasan  kepada jajaran bawahannya.

Jika sampai kepala UPT, atau bahkan kepala Bapenda Provinsi Banten, tidak mengetahui perihal tersebut, maka pakta integritasnya perlu dipertanyakan.

“Bagaimana pengawasan yang selama ini dilakukan oleh kepala UPT, sampai bisa kelolosan seperti itu,” kata pengamat kebijakan publik, Ojat Sudrajat, Minggu (17/4/2022).

Ojat merasa aneh jika kemudian Kepala Bapenda Opar Sohari mengklaim bahwasannya kasus ini yang melaporkan Kepala UPT-nya langsung kepada dirinya, yang kemudian dilanjutkan ke Inspektorat. Apalagi angka uangnya sangat besar sekali yang diduga digelapkan itu.

“Jadi selama ini tanggung jawab pengawasan yang dilakukan oleh Kepala UPT seperti apa dan bagaimana,” tanyanya.

Ojat kemudian membandingkan kasus penggelapan pajak ini dengan beberapa persoalan berkenaan dengan tanggung jawab itu yang pernah terjadi dalam kurang waktu kepemimpinan Gubernur Banten Wahidin Halim.

Ia melihat bagaimana sikap dari Gubernur WH yang langsung membebastugaskan terhadap Kepala Satpol-PP Provinsi Banten Agus Supriyadi yang dinilai lalai menjaga ruang kerjanya hingga sampai berhasil diduduki oleh buruh yang melakukan aksi unjuk rasa akhir tahun 2021 lalu.

Kemudian pada kasus Sekda Banten Almuktabar yang langsung dilakukan sidang disiplin dengan tuduhan tidak pernah masuk pasca diberhentikan sementara.

Padahal sejatinya, Almuktabar selalu masuk, namun akses untuk absensi kehadirannya ditutup. Sehingga kemudian ia membuat absensi manual setiap harinya, sebagai bukti jika suatu saat nanti dipertanyakan.

Tidak sampai di situ, penempatan kerja Sekda Almuktabar pasca diberhentikan sementara juga tidak jelas. Meskipun dalam sehari-hari ia bertugas di BKD, namun sampai ia diangkat kembali menjadi Sekda Banten, surat perintah penugasan itu tidak pernah ia dapatkan.

“Seharusnya dalam kasus Samsat Kelapa Dua ini juga pak Gubernur bisa bertindak tegas, seperti yang pernah ia lakukan kepada pejabat lain di Pemprov Banten,” pungkasnya.

Tidak lantas, ketika yang mempunyai kuasa itu merupakan anggota keluarganya, Gubernur Banten memperlakukan berbeda dengan pejabat lainnya.

“Padahal kalau melihat kasusnya, ini lebih parah dan patal, sebab sudah mengarah kepada tindak pidana. Pun sekalipun kepala UPT tidak terlibat, namun di depan hukum ia harus bertanggungjawab,” pungkasnya.

Selain itu, Ojat juga menyayangkan sikap Kepala Bapenda yang terkesan melindungi kepala UPT Samsat Kelapa Dua. Terlepas itu mungkin dirinya juga mendapat tekanan dari atasannya atau tidak.

“Karena hakikatnya seorang pemimpin itu harus mau beresiko ketika jajaran dibawahnya melakukan kesalahan, dan ia mau mempertanggungjawabkannya. Terlepas bagaimana implementasi pertanggungjawaban itu,” pungkasnya. (Vhe/Red)