Wapres Bukan Jabatan Ditunjuk, Tak Dapat Dikualifikasikan Nepotisme

Wapres Bukan Jabatan Ditunjuk, Tak Dapat Dikualifikasikan Nepotisme

Jakarta, LINews – Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Daniel Yusmic P Foekh, membacakan bagian pertimbangan pada putusan MK terhadap gugatan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (Cak Imin) soal tudingan nepotisme yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terhadap anaknya, Gibran Rakabuming Raka. Hakim MK menyatakan dalil tersebut tidak terbukti.

Daniel mulanya menyampaikan gugatan dari AMIN, yakni tindakan Presiden Jokowi yang menyetujui dan bahkan mendukung putranya menjadi calon wakil presiden merupakan pelanggaran. Mereka mendalilkan hal itu merujuk pada Ketetapan MPR No XI/MPR/1998 tentang Penyelengara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (UU 28/1999); serta Pasal 282 UU Pemilu.

“Bahwa untuk membuktikan dalilnya Pihak Terkait (kubu 02) mengajukan alat bukti berupa keterangan ahli Edward Omar Sharief Hiariej,” kata Daniel dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (22/4/2024).

Dia menjelaskan jika AMIN tak bisa menguraikan bukti lebih lanjut terkait itu. Dia mengatakan jabatan Wakil Presiden bukan ditunjuk, melainkan dipilih oleh masyarakat.

“Terlebih, jabatan wakil presiden yang dipersoalkan oleh Pemohon a quo adalah jabatan yang pengisiannya melalui pemilihan (elected position) dan bukan jabatan yang ditunjuk/diangkat secara langsung (directly appointed position),” ujar Daniel.

“Adapun jabatan yang terkait dengan larangan nepotisme adalah jabatan yang pengisiannya dilakukan dengan cara ditunjuk/diangkat secara langsung. Artinya, jabatan yang diisi melalui pemilihan umum tidak dapat dikualifikasi sebagai bentuk nepotisme,” sambungnya.

Dengan demikian, Hakim MK mengatakan bahwa dalil terkait nepotisme yang dilayangkan oleh AMIN tak beralasan menurut hukum. Gugatan tersebut tak terbukti.

“Mahkamah berpendapat dalil Pemohon mengenai pelanggaran atas Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998, UU 28/1999, dan Pasal 282 UU Pemilu adalah tidak beralasan menurut hukum,” imbuhnya.

(Andrie)

Tinggalkan Balasan